Monday, 26 May 2014

Konsep Dasar Perencanaan Tambang

Konsep Dasar Perencanaan Tambang

Konsep Dasar Perencanaan Tambang

1. PENGERTIAN
Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalan mencapai sasaran, kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan berbagai macam kegiatan untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran yang diinginkan. Pada dasarnya perencanaan dibagi atas 2 bagian utama, yaitu:
  1. Perencanaan strategis yang mengacu kepada sasaran secara menyeluruh, strategi pencapaiannya serta penentuan cara, waktu, dan biaya.
  2.  Perencanaan operasional, menyangkut teknik pengerjaan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai sasaran.
  3. Dari dasar perencanaan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu perencanaan akan berjalan dengan menggunakan dua pertimbangan yaitu pertimbangan ekonomis dan pertimbangan teknis. Untuk merealisasikan perencanaan tersebut dibutuhkan suatu program-program kegiatan yang sistematis berupa rancangan kegiatan yang dalam perencanaan penambangan disebut rancangan teknis penambangan
    Rancangan teknis ini sangat dibutuhkan karena merupakan landasan dasar atau konsep dasar dalam pembukaan suatu tambang khususnya tambang bijih nikel.

2. PERHITUNGAN CADANGAN BIJIH

Salah satu tahapan dalam melakukan perencanan tambang adalah melakukan perhitungan cadangan. Untuk setiap blok atau lubang dalam bijih harus dihitung kualitas dan kuantitasnya dengan baik. Dengan menggunakan data hasil perhitungan cadangan maka rencana produksi dapat dibuat. Untuk mengetahui cadangan bijih nikel di Tanjung Buli dihitung dengan menggunakan metode area of influence. Data bor yang dijadikan acuan perhitungan adalah data loging bor spasi 50 meter x 50 meter,dengan data elevasi terbaru.  Untuk menghitung volume cadangan maka didapat dengan mengalikan antara luas blok dengan ketebalan yang mengandung bijih pada data log bor tersebut.
Volume = luas x tebal
Sedangkan menghitung tonnage cadangan diperoleh dari hasil kali volume blok dengan density insitu.
Tonnage = Volume x Density

3. PERTIMBANGAN DASAR PERENCANAAN TAMBANG

Dalam suatu perencanaan tambang, khususnya tambang bijih nikel terdapat dua pertimbangan dasar yang perlu diperhatikan, yaitu:
3.1    Pertimbangan Ekonomis
Pertimbangan ekonomis ini menyangkut anggaran. Data untuk pertimbanganekonomis dalam melakukan perencanaan tambang batubara,yaitu:
  1.  Nilai (value) dari endapan per ton batubara
  2.  Ongkos produksi, yaitu ongkos yang diperlukan sampai mendapatkan produk berupa bijih nikel diluar ongkos stripping.
  3. Ongkos”stripping of overburden”dengan terlebih dahulu mengetahui “stripping ratio”nya.
  4.  Keuntungan yang diharapkan dengan mengetahui “Economic  Stripping Ratio”.
  5. Kondisi pasar
3.2    Pertimbangan Teknis
Yang termasuk dalam data untuk pertimbangan teknis adalah:
  1. Menentukan “Ultimate Pit Slope (UPS)”
  2. Ultimate pit slope adalah kemiringan umum pada akhir operasi penambangan yang tidak menyebabkan kelongsoran atau jenjang masih dalam keadaan stabil. Untuk menentukan UPS ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
  • Stripping ratio yang diperbolehkan
  •  Sifat fisik dan mekanik batuan
  •  Struktur Geologi
  •  Jumlah air dalam di dalam batuan
3. Ukuran dan batas maksimum dari kedalaman tambang pada akhir operasi
4. Dimensi jenjang/bench
Cara-cara pebongkaran atau penggalian mempengaruhi ukuran jenjang. Dimensi jenjang juga sangat tergantung pada produksi yang diinginkan dan alat-alat yang digunakan. Dimensi jenjang harus mampu menjamin kelancaran aktivitas alat mekanis dan faktor keamanan. Dimensi jenjang ini meliputi tinggi, lebar, dan panjang jenjang.
5. Pemilihan sistem penirisan yang tergantung kondisi air tanah dan curah hujan daerah penambangan.
  1.  Kondisi geometrik jalan
    Kondisi geometrik jalan terdiri dari beberapa parameter antara lain lebar jalan, kemiringan jalan, jumlah lajur, jari-jari belokan,superelevasi,cross slope, dan jarak terdekat yang dapat dilalui oleh alat angkut.
  2. Pemilihan peralatan mekanis yang meliputi:
  • Pemilihan alat dengan jumlah dan type yang sesuai
  • Koordinasi kerja alat-alat yang digunakan.
  1.  Kondisi geografi dan geologi
  • Topografi
    Topografi suatu daerah sangat berpengaruh terhadap sistem penambanganyang digunakan. Dari faktor topografi ini,dapat ditentukan cara penggalian, tempat penimbunan overburden, penentuan jenis alat, jalur-jalur jalan yang dipergunakan,dan sistem penirisan tambang.
  • Struktur geologi
    Struktur geologi ini terdiri atas lipatan, patahan, rekahan, perlapisan dan gerakan-gerakan tektonis.
  •  Penyebaran batuan
  • Kondisi air tanah terutama bila disertai oleh stratifikasi dan rekahan.Adanya air dalam massa ini akan menimbulkan tegangan air pori.

4. DASAR PEMILIHAN SISTEM PENAMBANGAN

Dengan perkembangan teknologi, sistem penambangan dibagi dalam tiga sistem penambangan yaitu:
  • Tambang terbuka yaitu sistem penambangan yang seluruh kegiatan penambangannya berhubungan langsung dengan udara luar.
  •  Tambang dalam yaitu sistem penambangan yang aktivitas penambangannya dibawah permukaan atau di dalam tanah.
  •  Tambang bawah air (Under water Mining)
    Dalam penentuan sistem penambangan yang akan digunakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah:
- Letak kedalaman endapan apakah dekat dengan permukaan bumi atau jauh dari permukaan.
- Pertimbangan ekonomis yang tujuannya untuk memperoleh keuntungan yang maksimal dengan ”Mining Recovery” yang maksimal  dan relatif aman.
- Pertimbangan teknis
- Pertimbangan Teknologi.
Ketiga sistem penambangan yang telah disebutkan sebelumnya, mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing serta sesuai dengan karakteristik dari endapan yang akan ditambang. Khusus dalam penelitian ini akan dibahas sistem penambangan secara tambang terbuka. Metode penambangan yang biasanya digunakan untuk tambang bijih adalah metode open pit, open mine, open cut, dan open cast. Perbedaan dari keempat metode ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Pada kegiatan penambangan menggunakan empat metode diatas, bijih berasal dari penggalian excavator baik dilakukan sendiri atau dengan kombinasi alat lain cara penggalian bijih nikel yang digunakan pada metode penambangan open pit,open cut, open cast dan open mine adalah:
  1.  Sistem jenjang tunggal (Single Bench)
    Sistem jenjang tunggal biasanya dipakai untuk menambang bahan galian yang relatif dangkal dan memungkinkan unutk beroperasi dengan jenjang tunggal.
Tinggi jenjang maksimum yang stabil, kemiringannya tergantung pada jenis batuan yang ditambang. Ketinggian jenjang yang aman ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan pekerja dan peralatan. Ketinggian jenjang berhubungan erat dengan kesetabilan permukaan yang aman adalah apabila alat-alat yang berioperasi dan pekerja dalam kondisi tidak aman, dimana tempat yang enjadi landasan terdapat kemungkinan akan runtuh/longsor. Besarnya hasil produksi yang dihasilkan dengan jenjang tunggal sangat terbatas dan ditentukan oleh kapasitas alat. Selain itu juga ditentukan oleh luas permukaan kerja (front).
  1. Sistem jenjang bertingkat (Multiple bench)
Penambangan dengan jenjang bertingkat umumnya digunakan untuk menambang bahan galian yang kompak (massive) dan endapan bijih tebal yang sanggup ditambang jika menggunakan cara penambangan dengan jenjang tunggal. Jenis batuannya harus kuat dan keras agar dapat mendukung beban yang ada diatasnya.
Kemiringan lereng dapat dibuat lebih vertikal jika daya dukung batuan besar. Pit slope bervariasi antara 20º - 70º. Dari horizontal. Hal ini diaksud agar mendapatkan perolehan bijih yang lebih banyak lagi. Kestabilan jenjang perlu dijaga terutama untuk mempertinggi faktor keamanan. Untuk menghindari kecelakaan, beberapa cara dapat dilakukan yaitu dengan pembersihan bongkah-bongkah batu yang menempel pada dinding jenjang, mengetahui daerah kritis,pengeringan, dan memonitor pergerakan dan pergeseran.
Pada pemilihan sistem penambangan secara tambang terbuka ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan sistem penambangan, yaitu :
- Jumlah Tanah Penutup
Tanah penutup atau overburden yaitu tanah yang berada di atas lapisan bijih. Sebelum pengambilan bijih, terlebih dahulu tanah penutupnya harus dikupas. Jumlah dari tanah penutup harus diketahui dengan jelas untuk menentukan nilai “Stripping Ratio”.
- Jumlah Cadangan Bijih
Dari data hasil pemboran dan eksplorasi, dapat diketahui jumlah cadangan bijih yang dapat ditambang (mineable). Dari jumlah bijih nikel hasil perhitungan cadangan tersebut terdapat standar pengurangan yang digunakan oleh perusahaan sehinggga diperoleh mining recovery. Standar pengurangan tersebut dapat berupa:
  • Geologi faktor
  •  Mining loss
  • Dilution
- Batas Penambangan (Pit Limit) dan Stripping ratio
Batas penambangan ditentukan dengan cara menentukan daerah yang layak untuk diproduksi. Cara penentuannya adalah dengan memisahkan daerah yang layak dalam masalah kadar,diman kelayakan kadar adalah cut off grade (COG). COG adalah kadar rata-rata terendah yang asih menguntungkan. Kemudian langkah selanjutnya adalah menghitung stripping ratio (SR). SR adalah perbandingan antara volume tanah penutup yang dipindahkan per satuan berat bijih (satuan m3/ton). Sehingga dengan mengetahui nilai SR, maka dari daerah yang sudah memenuhi syarat COG dilihat lagi SRnya. Jika SRnya lebih besar dari SR yang ditentukan perusahaan, maka daerah tersebut tidak layak untuk diproduksi.

5. RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN

Rancangan teknis penambangan merupakan bagian dari suatu perencanaan tambang. Rancangan penambangan ini merupakan program penambangan yang akan dikerjakan dan telah diberikan batas-batas dan aturan tegas yang harus dipenuhi dalam setiap aktivitasnya sebagai bagian dari keseluruhan perencanaan tambang tersebut.
Setelah menganalisa dasar dari pemilihan sistem penambangan, maka dibuat suatu rancangan penambangan atau teknis pelaksanaan penambangan tersebut. Analisa yang dibuat berupa metode penambangan yang akan diterapkan.

5.1.   Persiapan Penambangan

Persiapan penambangan merupakan kegiatan pendahuluan dari aktivitas penambangan. Persiapan penambangan ini berupa pembersihan areal yang akan ditambang (Land Clearing), pembuatan jalan tambang, penanganan masalah air (drainase) dan pengupasan tanah penutup (Stripping OB). Pembersihan lahan adalah suatu pekerjaan tahap awal pada kegiatan penambangan. Pembersihan lahan ini dilakukan untuk menyingkirkan pepohonan dan semak belukar yang tubuh di sekitar areal penambangan dan mempersiapkan akses masuk ke tambang atau pembuatan jalan angkut. Penanganan masalah air tambang mencakup pembuatan saluran, sumuran, dan kolam pengendapan. Dimensi saluran, sumuran dan kolam pengendapan harus dibuat sesuai dengan debit air yang ada sehingga air tambang tidak langsung mengalir ke air bebas yang dapat menimbulkan masalah lingkungan. Pekerjaan pengupasan yang dilakukan pada tanah penutup,biasanya dilakukan bersama-sama dengan clearing dengan menggunakan alat bulldozer. Pekerjaan ini dimulai dari tepat yang lebih tinggi, dan tanah penutup didorong ke bawah ke arah yang lebih rendah sehingga alat dapat bekerja dengan bantuan gaya gravitasi.

5.2.   Desain Jenjang dan Analisis Kemantapan Lereng

Karena letak bijih berada dilapisan bawah dari permukaan dan tertutup oleh lapisan tanah penutup, maka untuk mencapai lapisan bijih itu biasanya dibuat jenjang/bench. Suatu jenjang yang dibuat harus mampu menampung dan mempermudah pergerakan alat-alat mekanis pada saat aktivitas pengupasan tanah penutup dan pengambilan bijih. Dimensi suatu jenjang dapat ditentukan dengan mengetahui data produksi yang diinginkan, peralatan mekanis yang digunakan, material yang digali, jenis pembongkaran dan penggalian yang dipergunakan dan batas kedalaman penggalian atau tebalnya lapisan bijih, serta data sifat mekanik dan sifat fisik batuan unutk kestabilan lereng. Dimensi daripada jenjang adalah:
  1.  Panjang jenjang
    Panjang jenjang tergantung pada produksi yang diinginkan dan luas dari areal penambangan atau dibuat sampai pada batas penambangan yang direncanakan. Pada dasarnya adalah alat-alat mekanis yang digunakan mempunyai ruang gerak yang cukup untuk bermanuver dalam aktivitasnya.
  2. Lebar jenjang
    Lebar jenjang dirancang sesuai dengan jarak yang dibutuhkan oleh alat mekanis dalam beroperasi, dalam hal ini alat gali/muat dan alat angkut.Untuk menghitung lebar jenjang minimum dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
    Wmin = 2R +JP + C + JA
    Dimana:
    W min = Lebar jenjang minimum
    R = Radius putar alat muat excavator back hoe
    JP = Jangkauan penumpahan BH
    C = Lebar alat angkut
    JA = Jarak aman
  3. Tinggi jenjang
    Tinggi jenjang adalah jarak vertikal yang diukur dari kaki jenjang ke puncak jenjang tersebut. Tinggi jenjang dibuat tergantung dari faktor keamanan suatu lereng dan tinggi maksimum penggalian dari alat gali yang digunakan.
    Analisis kemantapan lereng (slope stability) diperlukan sebagai pendekatan untuk memecahkan masalah kemungkinan longsor yang akan terjadi pada suatu lereng. Lereng pada daerah penambangan dapat mengalami kelongsoran apabila terjadi perubahan gaya yang bekerja pada lereng tersebut. Perubahan gaya ini dapat terjadi karena pengaruh alam atau karena aktivitas penambangan.  Kemantapan lereng tergantung pada gaya penggerak (driving force) yaitu gaya yang menyebabkan kelongsoran dan gaya penahan (resisting force) yaitu gaya penahan yang melawan kelongsoran yang ada pada bidang gelincir tersebut serta tergantung pada besar atau kecilnya sudut bidang gelincir atau sudut lereng. Menurut prof. Hoek (1981) kemantapan lereng biasanya dinyatakan dalam bentuk faktor keamanan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
    Dimana:
    Fk > 1 berarti lereng aman
    Fk = 1 berarti lereng dalam keadaan seimbang
    Fk < 1 berarti lereng dianggap tidak stabilAda beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan dari lereng diantaranya adalah:
    1. Geometri lereng
    2. Sifat fisik dan mekanik tanah/batuan
    3.  Struktur geologi
    4. Pengaruh air tanah
    5. Pengaruh gaya-gaya luar
    6.  Kedudukan lereng terhadap bidang perlapisan batuan
    7. Faktor waktu.
      Longsoran pada suatu lereng dapat terjadi dengan beberapa bentuk atau cara. Hal ini yang membuat analisa dari kemantapan lereng sangat penting menurut Hoek & Bray (1981), klasifikasi longsoran dapat dibagi atas :
      1. Longsoran busur
        Bidang gelincir dari longsoran ini mempunyai bentuk busur lingkaran. Longsoran ini biasanya terjadi pada lereng dengan batuan yang sudah mengalai pelapukan, tanah atau batuan yang ikatan anatarbutirnya relatif lemah. Analisis kemantapan lereng dengan bentuk longsoran busur adalah yang paling banyak dipakai terutama pada pekerjaan sipil dan pertambangan atau tambang terbuka di daerah tropis.
      2. Longsoran bidang (Plane failure)
        Pergerakan material pada jenis longsoran ini akan melalui satu bidang luncur. Bidang luncur adalah bidang lemah pada lereng perlapisan, sesar, dan kekar. Longsoran ini dapat terjadi jika terdapat bidang luncur dan arah bidang luncur relatif sejajar dengan kemiringan lereng. Kemiringan lereng lebih besar dari sudut geser dalam dan terdapat bidang bebas pada kedua sisi lereng.
      3. Longsoran baji (wedge failure)
        Bidang luncur dari longsoran jenis ini merupakan dua bidang lemah yang saling berpotongan. Arah pergerakan akan searah dengan garis perpotongan bidang lemah tersebut.
      4. Longsoran guling ( topling failure)
        Longsoran guling terjadi pada jenis batuan yang keras dan pada batuan tersebut banyak terdapat bidang lemah yang relatif sejajar satu sama lain. Kondisi yang memungkinkan terjadinya longsoran ini adalah jika kemiringan lereng berlawanan arah dengan kemiringan bidang-bidang lemahnya. Longsoran tanah pada daerah penambangan diasumsikan bahwa:
        1. Material yang membentuk lereng dianggap homogen dngan sifat mekanik akibat beban sama ke segala arah
        2. Longsoran yang terjadi menghasilkan bidang luncur berupa busur
        3. Tinggi permukaan air pada lereng adalah jenuh sampai kering sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk menganalisa keungkinan longsoran, ada beberapa macam cara yang digunakan. Salah satu diantara cara yang digunakan adalah dengan menggunakan diagaram Hoek & Bray dimana tanah dengan lima macam kondisi permukaan air tanahnya dibagi ke dalam lima diagram. Pemilihan metode ini selain dan cepat hasilnya juga cukup teliti dan sering dipergunakan untuk tahap perancangan.

5.3. Pembongkaran, Pemuatan dan Pengangkutan

Pembongkaran adalah upaya yang dilakukan untuk melepaskan batuan dari batuan induknya baik dengan cara penggalian dengan enggunakan alat gali maupun dengan cara pemboran dan peledakan. Pada intinya pembongkaran ini bertujuan agar batuan dapat dengan mudah dan cepat dilepaskan serta alat muat dapat dengan mudah memuat material ke alat angkut. Pemuatan adalah kegiatan lanjutan setelah pembongkaran batuan pada loading point yang bertujuan untuk memuat material ke alat angkut kemudian diangkut ke titik dumping baik itu grizzly atau pada disposal area. Banyaknya material yang dibongkar, dimuat, dan diangkut oleh masing-masing alat dinyatakan dalam jumlah produksi yang dapat diketahui dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Partanto Projosumarto berikut:
  1. Produksi alat gusur
    Dimana:
    P(BD) = produksi bulldozer (ton/jam)
    Fk = faktor koreksi (%)
    BF = Blade faktor (%)
    KB = kapasitas blade (m3)
    SF = swell factor (%)
    D = density (ton/m3)
  2. Produksi alat muat/gali
    Dimana:
    P(BH) = produksi excavator back hoe (ton/jam)
    Eff. = effisiensi kerja (%)
    KB = kapasitas blade (m3)
    SF = swell factor (%)
    FF = fill factor (%)
    D = density (ton/m3)
    Ct = Cycle time (menit)
  3. Produksi alat angkut
    Dimana:
    P(DT) = produksi dump truck (ton/jam)
    Eff. = effisiensi kerja (%)
    KB = kapasitas blade (m3)
    SF = swell factor (%)
    FF = fill factor (%)
    n = jumlah pengisian
    D = density (ton/m3)
    Ct = Cycle time (menit)

5.4. Penirisan Tambang

Penirisan tambang adalah upaya untuk mencegah atau mengeluarkan air yang masuk atau menggenangi suatu daerah penambangan yang dapat aktivitas penambangan. Perkiraan air yang masuk ke dalam tambang berasal dari air lipasan berupa air hujan dan air tanah berupa rembasan. Upaya yang dilakukan pada penirisan tambang ini diantaranya adalah:
*  Pembuatan drainage/saluran air²
Saluran air tambang berfungsi untuk mencegah air dari luar tambang serta menampung air limpasan pada suatu daerah dan mengalirkannya ke tempat yang lain. Saluran air ini dibuat di luar areal penambangan.
*  Pemompaan²
Pemompaan ini dilakukan jika air yang telah masuk ke dalam tambang tidak bisa dialirkan langsung menuju saluran yang dibuat. Untuk mengeluarkan air yang masuk kedalam tambang maka dibuatlah suatu saluran penirisan dan pemompaan. Besarnya debit air yang kedalam lokasi penambangan dapat dihitung dengan menggunakan metode ”rasional” dengan persamaan sebagai berikut:
Q = 0,278 x C x I x A
Dimana:
Q = Debit air yang masuk kedalam lokasi tambang (m3/detik)
C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan hujan (m2)
Dimensi saluran yang akan dibuat untuk mengalirkan air dari tambang dapat diketahui dengan menggunakan persamaan “Manning” berikut ini:
Q = 1/n x R2/3 x S1/2 x A
Dimana:
Q = Debit air dalam saluran per detik (m3/detik)
n = Koefisien kekerasan saluran
S = “gradien” kemiringan dasar saluran
A = Luas penampang
R = jari-jari hidrolis
Beberapa bentuk-bentuk saluran yaitu:
  1.  Bentuk penampang segitiga
    Bentuk ini biasanya dipergunakan untuk saluran dangkal. Saluran bentuk ini tidak mudah digerus oleh air. Kelemahannya adalah membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pembuatannya.
  2. Bentuk penampang segiempat
    Bentuk saluran ini digunakan untuk debit air yang besar kelebihannya yaitu mudah dalam pembuatannya dan biasanya dibangun pada bahan yang stabil misalnya kayu, batu dan lain-lain. Kelemahannya adalah mudah terjadi pengikisan sehingga terjadi pengendapan pada dasar saluran.
Bentuk penampang trapesium
Bentuk penampang ini adalah bentuk kombinasi antara segitiga dan segiempat. Biasanya digunakan untuk saluran yang berdinding tanah dan tidak dilapisi sebab stabilitas kemiringan dinding dapat disesuaikan.Bentuk ini sering digunakan pada daerah tambang karena tahan terhadap pengikisan dan mudah digunakan pada daerah tambang karena tahan terhadap pengikisan dan mudah dalam pembuatannya serta cocok untuk debit air yang besar. Dan untuk menghitung dimensi saluran yang optimum dapat digunakan persamaan efisiensi hidrolis:
A = (b + zh) h)
P = b + 2h 1 + (z)2
R = A/P
Dimanan :
b = Lembar dasar saluran (m)
A = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah (m)
R = jari-jari hidrolik (m)
Pembuatan sump / sumuran²
Sumuran dibuat untuk menampung air yang masuk kedalam tambang dan dibuat pada dasar bukaan kemudian dipompa keluar menuju kolampengendapan atau settling pond yang lainnya. Setelah dari tambang tersebut diendapkan, sebagian dipergunakan untuk keperluan.

0 komentar:

Post a Comment