Monday, 9 January 2017

Pengertian, Isi Politik Etis, Tujuan dan Tokoh Pencetus Politik Etis (Politik Balas Budi)

Berikut ini adalah pembahasan tentang politik etis yang meliputi Pelaksanaan Politik Etis, tujuan politik etis, isi politik etis, pencetus politik etis, program politik etis, pengertian politik etis, tokoh pencetus politik etis, pengaruh politik etis, politik balas budi, pengertian politik balas budi, isi politik balas budi, tujuan politik balas budi.

Pengertian Politik Etis

Apakah yang dimaksud dengan politik etis?
 Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.

Pelaksanaan Politik Etis

Perubahan politik di negeri Belanda membawa pengaruh bagi kebijakan pada negara-negara jajahan Belanda, termasuk Indonesia (Hindia Belanda).

Golongan liberal di negeri Belanda yang mendapat dukungan yang besar dari kalangan masyarakat, mendesak pemerintah Belanda untuk meningkatkan kehidupan di wilayah jajahan.

Salah satu penganut politik liberal adalah Van Deventer. C.Th. van Deventer, merupakan salah seorang tokoh penganjur (Pencetus) Politik Etis.

Desakan ini mendapat dukungan dari pemerintah Belanda. Dalam pidato negara pada tahun 1901, Ratu Belanda, Wihelminamengatakan:
 “Negeri Belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran dari penduduk Hindia Belanda”.
Pidato tersebut menandai awal kebijakan memakmurkan Hindia Belanda yang dikenal sebagai Politik Etis atau Politik Balas Budi.
C.Th. van Deventer (Tokoh Politik Etis)
Gambar: C.Th. van Deventer (Tokoh Politik Etis)

Tokoh Pencetus Politik Etis

Keberadaan Politik Etis di Hindia Belanda ketika itu, setidaknya diwarnai oleh sosok-sosok mereka, baik sebagai inisiator, fasilitator, eksekutor maupun kritikus dari kebijaksanaan tersebut.
Berikut adalah 5 tokoh Belanda yang mewarnai Politik Etis.
  1. Eduard Douwes Dekker (1820-1887)
  2. Pieter Brooshooft (1845 – 1921) 
  3. Conrad Theodore van Deventer (1857-1915)
  4. Jacques Henrij Abendanon (1852-1925)
  5. Dr. Douwes Dekker (1879-1950) 

Keberadaan Politik Etis di Hindia Belanda ketika itu, setidaknya diwarnai oleh sosok-sosok mereka, baik sebagai inisiator, fasilitator, eksekutor maupun kritikus dari kebijaksanaan tersebut.

Isi Politik Etis

Adapun tujuan (Isi) politik etis adalah:
  1. Edukasi: menyelenggarakan pendidikan.
  2. Irigasi: membangun sarana dan jaringan pengairan.
  3. Transmigrasi/imigrasi: mengorganisasi perpindahan penduduk.

Politik etis yang dilaksanakan Belanda dengan melakukan perbaikan bidang irigasi, pertanian, transmigrasi, dan pendidikan, sepintas kelihatan mulia. Namun di balik itu, program-program ini dimaksudkan untuk kepentingan Belanda sendiri.

Timbulnya Elite Nasional (Kaum Terpelajar Pribumi)

Salah satu dampak pelaksanaan Politik Etis adalah melahirkan golongan cerdik, karena berkat diselenggarakannya pendidikan (cendikiawan).

Sekolah-sekolah yang ada pada waktu itu adalah HIS (Holands Inlandsche School) yang diperuntukkan bagi keturunan Indonesia asli yang berada pada golongan atas, sedangkan untuk golongan Indonesia asli dari kelas bawah disediakan sekolah kelas dua.

Dalam pendidikan tingkat menengahdisediakan HBS (Hogere Burger School), MULO (Meer Uiterbreit Ondewijs), AMS (Algemene Middlebared School). Di samping itu ada beberapa sekolah kejuruan/keguruan seperti Kweek School, Normal School.

Adapun untuk pendidikan tinggi, ada Pendidikan Tinggi Teknik (Koninklijk Institut or Hoger Technisch Ondewijs in Netherlands Indie), Sekolah Tinggi Hukum (Rechshool), dan Sekolah Tinggi Kedokteran yang berkembang sejak dari Sekolah Dokter Jawa, Stovia, Nias, dan GHS (Geneeskundige Hooge School).

Pendidikan kesehatan (kedokteran tersebut di atas) yang sejak 2 Januari 1849 semula lahir sebagai sekolah dokter Jawa, kemudian pada tahun 1875 diubah menjadi Ahli Kesehatan Bumi Putra (Inlaends Geneekundige).

Dalam perkembangannya pada tahun 1902 menjadi Dokter Bumi Putra (Inlands Arts). Sekolah ini diberi nama STOVIA (School Tot Opleideng Van Indische Artsen) kemudian pada tahun 1913 diubah menjadi NIAS (Netherlands Indische Artesen School).

Dengan kemajuan di bidang pendidikan ini melahirkan golongan cerdik dan pandai yang mulai memikirkan perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajah.


0 komentar:

Post a Comment