Tanah Sulawesi memang mempunyai kekhasan dan daya tarik tersendiri yg tidak dipunyai oleh daerah lain. Selain mempunyai keindahan alam dan budaya, juga mempunyai satu suku yang cukup unik dan hanya satu-satunya yang ada didunia. Masyarakat disana menyebutnya sebagai Suku Tobalo. Pada hakikatnya tidak ada manusia yang bisa memilih terlahir dari keluarga atau mungkin keturunan tertentu. Seperti halnya suku “To Balo” yang terdapat pada pegunungan bulu pao yang terbentang luas melintasi wilayah Kab. Barru dan Kab. Pangkep Sulsel sejak ratusan tahun lalu.
Masyarakat suku To Balo mempunyai keunikan tersendiri, mempunyai tampilan kulit yg tidak seperti masyarakat lain pada umumnya. Mereka mempunyai kulit yang unik, semua bagian tubuh. Setiap Bayi yang terlahir pasti akan mempunyai kulit yang belang, orang dari keturunan kelompok ini mempunyai rupa kulit tidak lazim sekujur tubuh khususnya kaki, badan, serta tangannya, dipenuhi dengan bercak putih. Sementara pas ditengah dahi mereka, bercak itu juga terpampang hampir membentuk segitiga. Oleh karena itu nama kelompok mereka di kenal juga sebagai To Balo, TO bermakna orang, dan Balo bermakna belang, jadi bila di artikan to balo bermakna Manusia belang.
Gambar
To Balo
Suku To Balo Kabupaten Barru
Berlatang belakang dari ketidaksamaan tersebut sehinga mereka mengasingkan diri dari kumpulan sosial hingga tak pernah membangun koloni di daerah yang ramai. Konon, sikap itu sudah mereka lakoni sejak berabad silam kala Kerajaan Bugis masih berjaya. Akan tetapi, oleh raja-raja zaman dahulu, kelainan itu pernah di anggap tanda kepemilikan kesaktian yang membuat mereka kerap di pilih jadi pengawal raja. Saat ini ditengah hiruk pikuk perkembangan zaman, kelompok suku To Balo seolah olah terbenam ditelan kesunyian pelosok tempat tinggal mereka.
Gambar
Masyarakat Suku To Balo
Kelainan yang diidap oleh Masyarakat suku To Balo bukanlah penyakit tetapi pembawaan gen. Akan tetapi, penduduk setempat meyakini sebagai kutukan dewa. Alkisah suatu hari, ada satu keluarga yang melihat sepasang kuda belang jantan dan betina yang hendak kawin. Namun mereka Bukan hanya menyaksikan, keluarga itu juga menegur dan mengusik tingkah laku ke-2 kuda itu. Maka geramlah dewa lalu mengutuk keluarga ini berkulit seperti kuda belang atau belang. Lantaran malu dengan keadaan kulitya yang belang, keluarga tersebut memilih untuk hidup di pegunungan yang jauh dari keramaian. Ada juga cerita versi lain. Para kelompok Tobalo yakin, manusia dan kuda turun bersama dari langit kala bumi pertama diciptakan. Artinya, hewan berkaki empat itu bersaudara dengan Manusia.
Suku Tobalo menggunakan bahasa yang disebut bahasa bentong. Bahasa ini merupakan bahasa gabungan antara bahasa Makassar, Bugis dan Konjo. Kelainan yang diidap kaum tobalo hingga saat ini bukanlah penyakit tetapi Gen bawaan. Dengan kata lain belang atau bercak di badan mereka miliki sifat turun temurun dari leluhurnya yang mempunyai gen dominan. Artinya saat pria dan wanita keturunan tobalo menjalin perkawinan dan mempunyai re-generasi tobalo pula, maka sudah pasti salah satu pasangan di antara keduanya mempunyai gen dominan pada anaknya.
Selain dari kekhasan suku tobalo dengan kulit belangnya suku tobalo pun terkenal dengan tarianya Tari Sere Api. Tarian ini merupakan sebuah ritual budaya Suku Tobalo yang mengungkapkan rasa senang pada sang dewata atas kelahiran putra atau putri Penghulu Suku Tobalo. Versi lain mengatakan ritual ini sebagai ungkapan rasa gembira atas melimpahnya hasil panen mereka dan merasa perlu untuk di rayakan dalam salah satu pesta panen. Maka itu tari “sere api” kerap dikolaborasikan dengan ritual lain yang disebut Mappadendang (Pesta Panen).
Mata pencaharian Suku Tobalo yakni mereka hidup dengan cara berkebun, bertani dan membuat gula aren. Populasi tobalo saat ini makin berkurang lantaran adat mereka sendiri yakni mereka memiliki keyakinan untuk membatasi jumlah anggota keluarga yakni dalam satu keluarga tidak bisa lebih dari sepuluh orang. Bila tidak, keluarga ke 11 dan selanjutnya harus mati. Entah dibunuh langsung atau dibuang ke suatu tempat sampai di yakini tidak bernyawa lagi.
Para Suku To Balo bisa keluar dari permasalahan kulit ini bila mereka menikah dengan orang lain yang mempunyai gen kulit normal. Akan tetapi sampai kini rata-rata mereka kawin antarmereka saja. Padahal terbukti, bila ada kaum To Balo yang kawin dengan orang diluar kelompoknya, sang anak bakal berkurang belangnya. Kelihatannya, butuh ada penyuluh yang menyambangi mereka pada tempat terpencil itu untuk memaparkan keadaan sebenarnya. Supaya mereka segera keluar dari keterkungkungan yang dikarenakan perasaan berlainan dari manusia lain. Itulah ulasan sekilas tentang suku To Balo.
0 komentar:
Post a Comment